HARGA PASARAN KUALITAS JEMPOLAN, dan anda dapat juga membeli barang dengan HARGA GROSIR*. Silahkan klik pada "info barang" untuk mengetahui detail barang..
Selamat berbelanjaa....

makalah dampak pertambangan batubara

Bab I
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Pencemaran lingkungan berakibat terhadap kesehatan manusia,tata kehidupan, pertumbuhan flora dan fauna yang berada dalam jangkauan pencemaran. Gejala pencemaran dapat terlihat pada jangka waktu singkat maupun panjang, yaitu pada tingkah laku dan pertumbuhan. Pencemaran dalam waktu relatif singkat, terjadi seminggu sampai dengan setahun sedangkan pencemaran dalam jangka panjang terjadi setelah masa 20 tahun atau lebih.
Gejala pencemaran yang terjadi dalam waktu singkat dapat diatasi dengan melihat sumber pencemaran lalu mengendalikannya. Tanda-tanda pencemaran ini gampang terlihat pada komponen lingkungan yang terkena pencemaran. Berbeda halnya dengan pencemaran yang terjadi dalam waktu yang cukup lama. Bahan pencemar sedikit demi sedikit berakumulasi.
Dampak pencemaran semula tidak begitu kelihatan. Namun setelah menjalani waktu yang relatif panjang dampak pencemaran kelihatan nyata dengan berbagai akibat yang ditimbulkan. Unsur-unsur lingkungan,mengalami perubahan kehidupan habitat. Tanaman yang semula hidup cukup subur menjadi gersang dan digantikan dengan tanaman lain. Jenis binatang tertentu yang semula berkembang secara wajar beberapa tahun kemudian menjadi langka, karena mati atau mencari tempat lain.
Kondisi kesehatan manusia juga menunjukkan perubahan; misalnya, timbul penyakit baru yang sebelumnya tidak ada.Kondisi air, mikroorganisme, unsur hara dan nilai estetika mengalami perubahan yang cukup menyedihkan.
Bahan pencemar yang terdapat dalam limbah industri ternyata telah memberikan dampak serius mengancam satu atau lebih unsur lingkungan: Jangkauan pencemar dalam jangka pendek maupun panjang tergantung pada sifat limbah,jenis, volume limbah, frekuensinya dan lamanya limbah berperan.


1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan pemaparan latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan masalah-masalah, yaitu sebagai berikut :
1. Secara keseluruhan dampak apa saja yang diakibatkan oleh eksploitasi sumber daya alam ?
2. Langkah apa yang dapat dilakukan untuk meminimalisir dampak-dampak tersebut?

1.3 Tujuan
Berdasarkan masalah di atas dapat diketahui bahwa tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui dampak apa saja yang dihasilkan dari eksploitasi sumber daya alam serta seberapa jauh pengaruhnya terhadap lingkungan dan juga untuk mengetahui langkah-langkah apa saja yang perlu dilakukan untuk meminimalisir dampak-dampak tersebut.

1.4 Manfaat
Manfaat dari penulisan ini adalah setidaknya kita dapat meminimalisir dampak yang dihasilkan dari eksploitasi sumber daya alam dan juga dapat menentukan langkah apa saja yang harus dilakukan agar setiap tindakan eksploitasi tidak selalu berdampak besar terhadap lingkungan dari segi yang negatif.

1.5 Ruang LIngkup

Ruang lingkup dalam penulisan ini adalah meliputi lingkungan yang mengalami pencemaran akibat eksploitasi dan juga lingkungan di sekitarnya




Bab II
Metode Penulisan
2.1 Objek Penulisan
Objek penulisannya adalah kegiatan eksploitasi dan lingkungan yang telah tercemar atau rusak akibat kegiatan eksploitasi.

2.2 Dasar Pemilihan Objek
Dasar pemilihan objek dari tulisan ini adalah berdasarkan tema yang telah diberikan dan juga merupakan faktor perusakan atau pencemaran paling parah di Indonesia

2.3 Metode Pengumpulan Data
• Kaji Pustaka

Bab III
Analisis Permasalahan
A. Pembahasan
3.1 Sumber daya alam
Pengertian Sumber Daya Alam adalah semua kekayaan bumi, baik biotik maupun abiotik yang dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan manusia dan kesejahteraan manusia, misalnya: tumbuhan, hewan, udara, air, tanah, bahan tambang, angin, cahaya matahari, dan mikroba (jasad renik).
pada dasarnya Alam mempunyai sifat yang beraneka ragam, namun serasi dan seimbang. Oleh karena itu, perlindungan dan pengawetan alam harus terus dilakukan untuk mempertahankan keserasian dan keseimbangan tersebut.
Semua kekayaan yang ada di bumi ini, baik biotik maupun abiotik, yang dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan manusia merupakan sumber daya alam. Tumbuhan, hewan, manusia, dan mikroba merupakan sumber daya alam hayati, sedangkan faktor abiotik lainnya merupakan sumber daya alam nonhayati. Pemanfaatan sumber daya alam harus diikuti oleh pemeliharaan dan pelestarian karena sumber daya alam bersifat terbatas.
Berdasarkan urutan kepentingan, kebutuhan hidup manusia, dibagi menjadi dua yaitu.
1. Kebutuhan Dasar
Kebutuhan ini bersifat mutlak diperlukan untuk hidup sehat dan aman. Yang termasuk kebutuhan ini adalah sandang, pangan, papan, dan udara bersih.
4 Kebutuhan sekunder
Kebutuhan ini merupakan segala sesuatu yang diperlukan untuk lebih menikmati hidup, yaitu rekreasi, transportasi, pendidikan, dan hiburan.


Mutu lingkungan
Pandangan orang dalam memenuhi kebutuhan hidupnya memang berbeda-beda karena antara lain dipengaruhi oleh faktor ekonomi, pertimbangan kebutuhan, sosial budaya, dan waktu.
Semakin tinggi tingkat pemenuhan kebutuhan untuk kelangsungan hidup, maka semakin baik pula mutu hidup. Derajat pemenuhan kebutuhan dasar manusia dalam kondisi lingkungan disebut mutu lingkungan.

Daya dukung lingkungan
Ketersediaan sumber daya alam untuk memenuhi kebutuhan dasar, dan tersedianya cukup ruang untuk hidup pada tingkat kestabilan sosial tertentu disebut daya dukung lingkungan. Singkatnya, daya dukung lingkungan ialah kemampuan lingkungan untuk mendukung perikehidupan semua makhluk hidup.
Penyebaran sumber daya alam di bumi ini tidaklah merata letaknya. misalnya ada bagian bagian bumi yang sangat kaya akan mineral, ada pula yang tidak. Ada yang baik untuk pertanian ada pula yang tidak. Oleh karena itu, agar pemanfaatannya dapat berkesinambungan, maka tindakan eksploitasi sumber daya alam harus disertai dengan tindakan perlindungan. Pemeliharaan dan pengembangan lingkungan hidup harus dilakukan dengan cara yang rasional antara lain sebagai berikut :
1. Memanfaatkan sumber daya alam yang dapat diperbaharui dengan hati-hati dan efisien, misalnya: air, tanah, dan udara.
2. Menggunakan bahan pengganti, misalnya hasil metalurgi (campuran).
3. Mengembangkan metoda menambang dan memproses yang efisien, serta pendaurulangan (recycling).
4. Melaksanakan etika lingkungan berdasarkan falsafah hidup secara damai dengan alam.

Macam-macam sumber Daya Alam
Sumber daya alam dapat dibedakan berdasarkan sifat, potensi, dan jenisnya.
a. Berdasarkan sifat
Menurut sifatnya, sumber daya alam dapat dibagi 3, yaitu sebagai berikut :
1. Sumber daya alam yang terbarukan (renewable), misalnya: hewan, tumbuhan, mikroba, air, dan tanah. Disebut ter barukan karena dapat melakukan reproduksi dan memiliki daya regenerasi (pulih kembali).
2. Sumber daya alam yang tidak terbarukan (nonrenewable), misalnya: minyak tanah, gas bumi, batubara, dan bahan tambang lainnya.
3. Sumber daya alam yang tidak habis, misalnya, udara, matahari, energi pasang surut, dan energi laut.


b. Berdasarkan potensi
Menurut potensi penggunaannya, sumber daya alam dibagi beberapa macam, antara lain sebagai berikut.
1. Sumber daya alam materi; merupakan sumber daya alam yang dimanfaatkan dalam bentuk fisiknya. Misalnya, batu, besi, emas, kayu, serat kapas, rosela, dan sebagainya.
2. Sumber daya alam energi; merupakan sumber daya alam yang dimanfaatkan energinya. Misalnya batubara, minyak bumi, gas bumi, air terjun, sinar matahari, energi pasang surut laut, kincir angin, dan lain-lain.
3. Sumber daya alam ruang; merupakan sumber daya alam yang berupa ruang atau tempat hidup, misalnya area tanah (daratan) dan angkasa.

3.2 Eksploitasi sumber daya alam
Eksploitasi sumber daya alam yang diangkat dalam tulisan ini mengenai pertambangan batubara, eksploitasi terhadapa sumber daya ini semakin tidak terkendali salah satu pulau atau daerah yang mengalami eksploitasi Batubara tiada henti adalah Kalimantan Selatan. Kualitas yang baik dan penyebaran tambang batubara hampir di seluruh kabupaten, membuat potensi sumber daya alam (SDA)-nya cukup diminati oleh pengeruk keuntungan. Ditilik dari pencatatan data yang dilakukan oleh Indonesian Coal Mining Association, tahun 2001 persediaan batubara adalah 2,428 milyar ton, bahkan masih diindikasikan tersedia sejumlah 4,101 milyar ton di beberapa tempat. Jika dijumlahkan, maka tambang batubara di Pulau Kalimantan Selatan sebanyak 6,529 milyarton. Sedangkan menurut Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, produksi tambang batubara di Pulau Kalimantan Selatan pada tahun 2005 mengalami peningkatan sejak 2003. Dimana sebagian besar produksi tersebut dilakukan oleh perusahaan bermodal asing.
Hasil produksi yang berlimpah tersebut ternyata memiliki catatan penjualan domestik dan eksport batubara yang cukup besar. Pada tahun 2003 tercatat penjualan domestik sebesar 13,153 juta ton, sedangkan pada tahun 2004 meningkat dengan jumlah 14,666 juta ton. Catatan ekspor batubara pun mengalami peningkatan dari tahun 2003 yang sebesar 32,805 juta ton, hingga 34,499 juta ton pada tahun 2004. Besarnya penjualan ternyata tidak berdampak baik bagi masyarakat sekitar. Bahkan untuk kesejahteraan masyarakat lokalnya pun tidak mengalami kemajuan, malah sebagian terpinggirkan hampir di segala bidang. Beberapa permasalahan pun mulai muncul akibat adanya penambangan batubara.
Terganggunya Arus Jalan Umum Berakibat Penyakit Pernafasan
Banyaknya lalu lalang kendaraan yang digunakan untuk angkutan batubara berdampak pada aktivitas pengguna jalan lain. Semakin banyaknya kecelakaan, meningkatnya biaya pemeliharaan jembatan dan jalan, adalah sebagian dari dampak yang ditimbulkan.
Belum lagi banyaknya debu batubara menyebabkan polusi udara di sepanjang jalan yang dijadikan aktivitas pengangkutan batubara. Hal ini menimbulkan merebaknya penyakit infeksi saluran pernafasan, yang dapat memberi efek jangka panjang berupa kanker paru-paru, darah atau lambung. Bahkan disinyalir dapat menyebabkan kelahiran bayi cacat.
Padahal jika dilihat dari aturan perundangan nomor 11 tahun 1967 yang berisikan tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan yang mewajibkan perusahaan tambang memiliki sarana dan prasarana sendiri termasuk jalan, jelas aktivitas kendaraan yang masuk jalan umum tersebut melanggar peraturan.

Konflik Lahan Hingga Pergeseran Sosial-Budaya Masyarakat
Konflik lahan kerap terjadi antara perusahaan dengan masyarakat lokal yang lahannya menjadi obyek penggusuran. Kerap perusahaan menunjukkan kearogansiannya dengan menggusur lahan tanpa melewati persetujuan pemilik atau pengguna lahan. Atau tak jarang mereka memberikan ganti rugi yang tidak seimbang denga hasil yang akan mereka dapatkan nantinya.

Tidak hanya konflik lahan, permasalahan yang juga sering terjadi adalah diskriminasi. Hal ini terjadi saat perusahaan mengambil karyawan dari luar daerah, padahal janji mereka sebelumnya akan mengutamakan masyarakat lokal dalam penarikan tenaga kerja. Jika adapun, biasanya perusahaan hanya memposisikan mereka sebagai satpam atau pembantu saat survai lapangan. Permasalahan selanjutnya adalah pergeseran sosial budaya masyarakat. Mereka yang dulunya bekerja sebagai petani atau nelayan, sekarang lebih memilih menjadi buruh. Akibat dari pergeseran ini membuat pola kehidupan mereka berubah menjadi lebih konsumtif. Bahkan kerusakan moralpun dapat terjadi akibat adanya pola hidup yang berubah.

Kerusakan dan Pencemaran Lingkungan
Dampak yang cukup fatal terjadi akibat penambangan batubara, salah satunya adalah pencemaran dan kerusakan lingkungan. Seringkali para pengusaha ini melupakan upaya antisipasi atau penanggulangan dampak lingkungan, dan hal ini parahnya, diikuti dengan penegakan hukum yang sangat lemah. Contoh yang terjadi adalah terdapatnya lubang-lubang besar yang menimbulkan kubangan air berkandungan asam tinggi. Tingkat asam ini disebabkan, bekas galian batubara memiliki kandungan senyawakimia, seperti besi, sulfat, mangan, dan lain-lain. Zat-zat ini akan berdampak buruk bagi tanaman di sekitarnya. Masih banyak lagi dampak yang diberikan akibat penambangan batubara yang tidak mempedulikan lingkungan. Sangat penting sekali adanya kesadaran dari pihak penambang dan masyarakat tentang kelestarian dan kesehatan lingkungan. Selain itu, tidak lupa peran besar dan tegas dari pemerintah dalam menanggulangi dan memperingatkan para penambang.


Dampak negatif dari aktifitas pertambangan batubara bukan hanya menyebabkan terjadi kerusakan lingkungan. Melainkan, ada bahaya lain yang saat ini diduga sering disembunyikan parapengeoloa pertambangan batubara di Indonesia. Kerusakan permanent akibat terbukanya lahan, kehilangan beragama jenis tanaman, dan sejumlah kerusakan lingkungan lain ternyata hanya bagian dari dampak negative yang terlihat mata.
Pertambangan batubara ternyata menyimpan bahaya lingkungan yang berbahaya bagi manusia. Bahaya lain dari pertambangan batubara adlaah air buangan tambang berupa luput dan tanah hasil pencucian yang diakibatkan dari proses pencucian batubara yang lebih popular disebut Sludge, saat ini banyak analis pertambangan yang tidak mamu mengekspose secara detail tentang bahaya air cucuian batubara. Limbah cucian batubara yang ditampung dalam bak penampung sangat berbahaya karena mengandung logam-logam beracun yang jauh lebih berbahaya disbanding proses pemurnian pertambangan emas yang mengunakan sianida (CN).
Proses pencucian dilakukan untuk menjadi batubara lebih bersih dan murni sehingga memiliki nilai jual tinggi. Proses ini dilakukan karena pada saat dilakukan eksploitasi biasanya batubara bercampur tanah dan batuan.
Agar lebih mudah dan murah, dibuatlah bak penampung untuk pencucian. Kolam penampung itu berisi air cucian yang bercampur lupur. LSM lingkungan JATAM menyebutnya dana beracun yang berisi miliaran gallon limbah cair batubara. Sluge mengandung bahan kimia karsinogenik yang digunakan dalam pemrosessan batubara yang logam berat berancun yang terkandung di batubara seperti arsenic, merkuri, kromium, boron, selenium dan nikel.

Dibandingkan tailing dari limbah luput pertambangan emas, unsure berancun dari logam berat yang ada limbah pertambangan batubara jauh lebih berbahaya. Sayangnya sampai sekarang tidak ada publikasi atau informasi dari perusahan pertambangan terhadap bahaya sluge kepada masyarakat di sekitar pertambangan.
Unsure beranu menyebabkan penyakit kulit, gangguan pencernaan, paru dan penyakit kanker otak. Air sungai tempat buangan limbah digunakan masyarkat secara terus menerus. Gejala penyakit itu biasa akan tampka setelah bahan beracun terakumulasi dalam tubuh manusia.
Beberapa perusahaan tambang di Kalimantan Timur ditengarai tridak melakukan pengelolaan water treatmen terhadap limbah buangan tambang dan juga tanpa penggunaan bahan penjernih Aluminum Clorida, Tawar dan kapur. Akibatnya limbang buann tambang menyebabkan sungai sarana pembuagan limbah cair berwarna keruh.
3.3 Peminimalisiran dan perbaikan dampak dari tambang batubara
Lahan bekas tambang merupakan lahan sisa hasil proses pertambangan baik berupa tambang emas, timah, maupun batubara. Pada lahan pasca tambang biasanya ditemukan lubang-lubang dari hasil penambangan dengan lapisan tanah yang mempunyai komposisi dan warna berbeda. Misalnya, ada lapisan tanah berpasir yang berseling dengan lapisan tanah liat, tanah lempung atau debu. Ada pula lapisan tanah berwarna kelabu pada lapisan bawah, berwarna merah pada bagian tengah dan berwarna kehitam-hitaman pada lapisan atas.
Degradasi pada lahan bekas tambang meliputi perubahan sifat fisik dan kimia tanah, penurunan drastis jumlah spesies baik flora, fauna serta mikroorganisme tanah, terbentuknya kanopi (area tutupan) yang menyebabkan suatu tanah cepat kering dan terjadinya perubahan mikroorganisme tanah, sehingga lingkungan tumbuh menjadi kurang menyenangkan. Dengan kata lain, bahwa kondisi lahan terdegradasi memiliki tingkat kesuburan yang rendah dan struktur tanah yang kurang baik.
Reklamasi merupakan kegiatan yang dilakukan untuk memperbaiki lahan pasca penambangan. Reklamasi adalah kegiatan pengelolaan tanah yang mencakup perbaikan kondisi fisik tanah overburden agar tidak terjadi longsor, pembuatan waduk untuk perbaikan kualitas air masam tambang yang beracun, yang kemudian dilanjutkan dengan kegiatan revegetasi. Revegetasi sendiri bertujuan untuk memulihkan kondisi fisik, kimia dan biologis tanah tersebut. Namun upaya perbaikan dengan cara ini masih dirasakan kurang efektif, hal ini karena tanaman secara umum kurang bisa beradaptasi dengan lingkungan ekstrim, termasuk bekas lahan tambang. Oleh karena itu aplikasi lain untuk memperbaiki lahan bekas tambang perlu dilakukan, salah satunya dengan mikroorganisme.
Memanfaatkan Mikroorganisme
Fungi atau jamur merupakan salah satu mikroorganisme yang secara umum mendominasi (hidup) dalam ekosistem tanah. Mikroorganisme ini dicirikan dengan miselium berbenang yang tersusun dari hifa individual. Hifa-hifa tersebut mungkin berinti satu, dua atau banyak, bersekat atau tidak bersekat. Berkembangbiak secara aseksual dengan membentuk spora atau konidia. Secara umum fungi ini diklasifikasikan menjadi Phycomycetes, Ascomycetes, Basidiomycetes dan fungi Imperfecti.
Berikut ini adalah contoh beberapa genus fungi yang paling umum dijumpai di dalam tanah, meliputi: Acrostalagmus, Aspergillus, Botrytis, Cephalosporium, Gliocladium, Monilia, Penicillium, Scopulariopsis, Spicaria, Trichoderma, Trichothecium, Verticillum, Alternaria, Cladosporium, Pullularia, Cylindrocarpon, dan Fusarium.
Aspergillus merupakan genus fungi yang mempunyai sebaran dan keanekaragaman yang luas. Raper dan Fennel (1965) dalam monografinya menyampaikan sedikitnya terdapat 150 spesies Aspergillus yang terbagi kedalam 18 kelompok, dengan sebaran yang luas baik di daerah kutub maupun tropik, atau pada setiap substrat dengan spora berhamburan di udara maupun tanah.
Saat ini beberapa jenis fungi telah dimanfaatkan untuk mengembalikan kualitas/kesuburan tanah. Hal ini karena secara umum fungi mampu menguraikan bahan organik dan membantu proses mineralisasi di dalam tanah, sehingga mineral yang dilepas akan diambil oleh tanaman. Rao (1994) melaporkan bahwa beberapa genus tertentu seperti Aspergillus, Altenaria, Cladosporium, Dermatium, Cliocladium, Hewlminthosporium, dan Humicoli menghasilkan bahan yang mirip humus dalam tanah dan karenanya penting dalam memelihara bahan organik tanah.
Beberapa fungi juga mampu membentuk asosiasi ektotropik dalam sistem perakaran pohon-pohon hutan yang dapat membantu memindahkan fosfor dan nitrogen dalam tanah ke dalam tubuh tanaman.Yulinery dkk. (2001), menyarankan bahwa paling tidak tiga kelompok fungi tanah, yaitu Aspergillus, Euphenicillium dan Penicillium disertakan dalam usaha perbaikan lahan, hal ini karena akan membantu mempercepat proses perbaikan lahan tersebut.
Salah satu cara lainnya untuk meminimalisir dampak negatif yang dihasilkan dari pertambangan batubara adalah dengan cara mengisi pertambangan dengan residu pembakaran batubara yang mana merupakan cara yang viable untuk membuang material ini, ditempatkan sedemikian rupa sehingga bisa menghindari pengaruh akan kesehatan dan lingkungan, residu yang tertinggal setelah batubara dibakar digunakan untuk membangkitkan tenaga - sering disebut abu batubara - terdiri dari materi batubara tak terbakar (noncombustible coal matter) dan material yang terperangkap oleh alat pengendali polusi. Hal ini dapat dilakukan untuk memperkecil resiko kesehatan dan kerusakan lingkungan. Mengembalikan residu pembakaran batubara ke pertambangan memiliki keuntungan tertentu, misalnya residu menyediakan pengisi untuk usaha reklamasi tambang yang mengembalikan kondisi kegunaan lahan, dan mengemballikan residu ini ke pertambangan mengurangi kebutuhan landfill baru. Residu juga bisa menetralkan drainase pertambangan yang asam, mengurangi potensi kontaminan dari pertambangan yang masuk ke lingkungan.


Kesimpulan
Setiap kegiatan pastilah menghasilkan suatu akibat, begitu juga dengan kegiatan eksploitasi bahan tambang, pastilah membawa dampak yang jelas terhadap lingkungan dan juga kehidupan di sekitarnya, dampak tersebut dapat bersifat negatif ataupun positif, namun pada setiap kegiatan eksploitasi pastilah terdapat dampak negatifnya, hal tersebut dapat diminimalisir apabila pihak yang bersangkutan bertanggung jawab terhadap pengolahan sumber daya alamnya dan juga memanfaatkannya secara bijaksana.
Sebagai contoh adalah kegiatan pertambangan batubara di pulau Kalimantan yang bisa dibilang telah mencapai tahap yang kronis, dengan menyisakan lubang-lubang besar bekas kegiatan pertambangan dan juga dampak-dampak yang lainnya. Hal tersebut setidaknya dapat diminimalisir dan dikurangi dampaknya apabila kita melakukan tindakan perbaikan dan juga memanfaatkan SDA secara bijaksana.



DAFTAR PUSTAKA
http://stanleywush.wordpress.com/2007/08/10/bahaya-limbah-cair-pertambangan-batubara/
http://www.migas-indonesia.com/index.php?module=article&sub=article&act=view&id=1465
http://agrica.wordpress.com/2009/01/09/memperbaiki-lahan-bekas-tambang-dengan-mikroorganisme/

0 komentar:

Posting Komentar